Pekan ini kita disibukkan dengan agenda persiapan prodi baru (yang namanya masih dirahasiakan). Dugaan awal lokasi di garut utara yang terkenal dengan cipanas-nya. Ternyata lokasi di Garut selatan, padahal perlengkapan renang sudah ready ๐ . Dokumen yang mau dibahas sudah selesai disiapkan, jadi tinggal review di lokasi. Tidak banyak yang dapat dikerjakan, karena lokasi tidak kondusif, internet lemot dan logistik yang seadanya. Tapi Alhamdulillah banyak dapat masukan dari hasil review dokumen. Ini dia penampakan orang-orang yang serius “kerja”.
Nuansa tempat ini cukup remang-remang, tapi sedikit ribut karena pas dipinggir jalan. Dan yang saya heran, kenapa internet disini lemot? padahal kita butuh banget data-data via internet. Oiya, ind*maret, al*amart dan sejenisnya tidak ditemukan didaerah ini.
Kampung Naga
Ternyata di Garut selatan ini ada lokasi pemukinan penduduk asli yang namanya “Kampung Naga”. Kami sempat berkunjung sejenak ke perkampuangan penduduk asli ini dan melihat sekilas kehidupannya (katanya mirip seperti suku badui). Ada berbagai peraturan yang mengikat bagi para masyarakat di kampung naga ini, saya lupa tanya nama suku meraka. Nama “Naga” ternyata bukan dragon dalam english. Tapi berasal dari istilah rumah yang dibuat di tebing atau jurang, dalam bahasa sunda/garut disebut “na-gawi” yang artinya di tebing gunung. Kemudian disingkat Kampung Nagawi, menjadi Kampung Naga.
Untuk menuju lokasi, kita perlu turun gunung, melewati ratusan anak tangga. Untung lah sudah ada anak tangga yang rapih tersusun dari batu, walaupun tetap terasa gemeter (capek) pas sampe dibawah. Kebetulan kita dipandu oleh warga sekitar yang dulunya juga penghuni Kampung Naga.
Sepertinya memang tidak terlalu primitif kondisi di kampung naga. Karena ternyata sudah ada listrik, bahkan televisi (hanya boleh yang hitam-putih). Rumah dibuat masih dengan kayu dan bambu, dan hanya boleh 2 warna, hitam dari ijuk dan putih dari kapur. Anak-anak kampung Naga juga sudah bersekolah seperti warga lainnya. Jadi memang tidak terlalu tertutup juga kehidupan mereka. Bahkan tadinya saya kira mereka hanya pakai sarung atau kain seadaanya, ternyata tidak.
Disana masyarakat hidup bertani dan berdagang. Salah satunya saya juga mendapatkan gambar penduduk yg sudah pakai “daster”, dan berdagang cinderamata Kampung Naga. Mereka hidup dengan jumlah penduduk yang selalu tetap, sehingga jika ada kelahiran baru, maka harus ada warga yang keluar dari kampung ini. Disana juga sudah ada masjid, dan gedung pertemuan untuk musyawarah. Di Kampung Naga ini tidak ada kepala suku atau kasta2, sehingga semua sama “dimata hukum”, semua masalah diselesaikan dalam musyawarah.
Secara umum sambutan warga sangat ramah. Bahkan saya sempat ngobrol sama ibu2 disana, katanya sering juga ada wisatawan yang menginap disini. Mereka menyewa rumah warga untuk hidup bersama beberapa hari. Ada 1 rumah di kampung ini yang tidak boleh dimasukin dan di Foto, rumah keramat katanya. ๐
Jalan pulang yang dilalui sama dengan jalan datang, harus melewati ratusan anak tangga. Dan hasilnya, semua langsung terkapar lemah tak berdaya, maklum umur ngak bisa bohong ya.. ๐ Pada bagian depan kampung, terdapat tugu Kujang, yang konon menyimpang berbagai pusaka keramat kampung Naga.
Cukup menarik untuk dikunjungi, apalagi kalau sampai bisa menginap, karena masyarakat disana ramah menyambut tamu yang berkunjung.
Wisata Kuliner
Kalau berkunjung ke Garut sepertinya harus mencoba dodol. Tapi sekarang dodol sudah mengalami modifikasi, dengan berbagai rasa dan kemasan, bahkan ada juga dodol bercampur coklat, biasa disebut Chocodot. Disepanjang jalan Garut Utara – Cipanas, jajanan dodol mudah ditemukan. Jangan lupa juga mampir makan makanan khas sunda di Garut, seperti Bebek, Ayam, Gurame, tahu, tempe, lalapan dan lainnya. Citarasanya khas dan harga nya juga tidak terlalu mahal. Di sekitaran Cipanas Garut, bisa Anda nikmati berbagai tempat makan dengan fasilitas yang bervariasi.
Selamat Berkunjung ke Garut ya.. ๐